QURBAN PATUNGAN SAPI UNTUK 7 ORANG YANG BUKAN MAHRAM
Gus Baha menyampaikan penjelasan tentang praktik qurban yang akan datang sebentar lagi. Di sekitar kita, banyak terjadi kasus qurban sapi, yang diadakan secara patungan. Namun, bagaimana jika yang patungan tersebut tidak datang dari satu keluarga, dan terdiri dari orang asing?
Dalam sebuah video yang diunggah oleh channel Santri Gayeng, Gus Baha mengilustrasikan kasus tersebut. Sebut saja Rukhin (nama santri yang merupakan santri kinasih beliau) mempunyai istri, yang bekerja di sebuah lembaga. Kemudian, istri Rukhin berqurban di lembaga tempatnya mengajar dengan patungan. Sebaliknya, Rukhin juga patungan berqurban dengan kolega-kolega kerjanya di kantornya sendiri, yang notabene bukan mahramnya.
Dalam kasus ini, dikhawatirkan pasangan ini qurbannya bercampur dengan kolega-koleganya yang notabene dihukumi non-mahram dalam Islam.
Dalam contoh kasus tersebut, saya simpulkan bahwa terdapat risiko jika pasangan (dalam kendaraannya ke surga) bisa terpisah dari keluarganya. “Ayo yang patungan, apa siap pasangannya dibawa sama orang?” Kata Gus Baha disambut gelak tawa santri pengajian.
Dalam berqurban memang terdapat hikmah bahwa hewan yang diqurbankan nantinya akan menjadi kendaraan yang mengangkut ahli qurban ke surga. Maka dari itu, akan lebih baik jika para ahli qurban yang patungan berasal dari satu keluarga. Dari sini terdapat hikmah supaya ketika nanti di akhirat bisa sama-sama berkendara hewan qurban tersebut, dan tidak mengangkut orang lain yang asing dari keluarga.
Adapun menurut Imam Malik dalam kitab beliau Mizan Kubra, sebagian ulama mensyaratkan bahwa tujuh orang yang patungan Qurban sapi, sebisa mungkin dari satu keluarga atau ahlul bait. Tujuannya supaya bisa serentak untuk membawa satu keluarga menuju surga. Akan tetapi, jika memang tidak terhindarkan toh tidak menjadi persoalan, karena ganjaran masuk surga merupakan kuasa dan hanya bisa diatur oleh Allah SWT semata.
Oleh karena itu, Gus Baha sendiri mengaku bahwa lebih suka berqurban sendiri dengan kambing, alih-alih patungan bersama orang-orang yang tak dikenal dengan sapi.
Begitu menjelaskan kenapa beliau lebih suka qurban sendiri, beliau menjelaskan bahwa daripada sapi satu patungan banyak orang, lebih baik qurban kambing satu ekor.
Bukan Gus Baha namanya jika tidak menjelaskan sebuah duduk perkara dengan ceria. Beliau kembali menggambarkan sebuah ilustrasi:
“Gus Baha, nggak ikut patungan qurban sapi?”
“Enggak!”
“Lho, kenapa?”
“Nanti naik kendaraannya nunggu kalian kelamaan! Kalau jadwal ke surga saya Januari, kalian Desember, masak harus nunggu kalian dulu?” Begitu keterangan Gus Baha, kembali disambut dengan gelak tawa santrinya.
Meski demikian, Gus Baha tetap memberi catatan: Kalau mau beramal beramallah yang bagus, jangan dipikirkan terlalu mendalam. Karena dalam beramal apapun, yang lebih penting ada pada unsur keikhlasannya. Nanti Allah SWT yang akan menilai dan mengatur balasannya.
Wallahu a’lam bisshawab.